Selasa, 26 April 2011

odong-odong

sekitar pukul 03:58 pm (26-4-2011) saat aku menyapu latar rumah, terlihat dari arah barat ada seorang tua kira-kira umur 40 tahunan mengayuh becak odong-odong disekitar rumah, terlihat lunglai mungkin sudah seharian mengayuhnya untuk mencari anak-anak yang berminat menaiki odong-odongnya dengan menggunakan jasa kekuatan kakinya.

jarak 50 meter menuju pas depan rumahku yang dipenuhi oleh anak-anak balita, dia sumringah dan merubah wajahnya dari wajah payah menjadi wajah yang sangat gembira.

sampai tepat di depan rumah, "DOOOOOORRRR" semua ibu-ibu yang sedang ngemong anak-anaknya terperenjat, begitu pula dengan anak-anaknya yang masih balita. Bahkan mereka menangis karena kaget. Suara itu berasal dari ban kanan becak odong-odong itu. Ban yang sudah penuh dengan ikatan-ikatan dari ban besar (ban dalam dari truk yang biasa dipakai tali penguat.Red), mungkin ada 3 atau 4 ikatan pada ban sebelah kanan, dan 2 di sebelah kiri. Ibu-ibu lain hanya bisa melihat dan bertanya-tanya "kok bisa"Betapa mirisnya saat kulihat wajah sumringah bapak itu berubah kaget dan getun "kenapa bisa begini"mungkin ini pikirrnya.

hm ...namun saat kutanya dia menjawab "sudah sering kok neng", "gak di tambal tah pak?", "yang mau nembel itu uangnya pas-pasan".

tapi bapak itu tak berhenti dan mencoba memeriksanya, malahan dia terus berjalan dengan wajah kembali lesu.

Kamis, 21 April 2011

Kartini Pengangkut Pasir demi Sesuap Nasi

Bekerja di alam terbuka, cuaca panas, risiko longsor, dan dibayar dengan gaji kecil, pasti tidak ada manusia yang ingin menjalani kehidupan seperti ini.
Terlebih bagi kaum wanita, mereka lebih memilih untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Namun tidak bagi dua wanita didesaku. Janda 2 anak ini tetap melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan kaum laki-laki.


15 tahun dilalui dengan mencari pasir di penambanganan yang hanya bergaji Rp. 25 ribu, uang ini digunakan untuk kedua anaknya sekolah di madrasah, belum lagi untuk membeli nasi. Menghidupi 2 orang putra, mertua yang tak bisa melakukan apa-apa lagi sangat berat untuk ibu,sebut saja Kristin(39), yang hanya bekerja seperti ini tanpa bantuan seorang suami. Suaminya telah meninggal 17 tahun lalu.
Tak kenal lelah dan cucuran keringat terus membahasi tubuhnya akibat sengatan panas terik matahari. Pemandangan ini sudah menjadi kebiasaan hidup si janda ini. Mereka kerap beristirahat ke rumahnya hanya untuk menjalankan salat zuhur sambil makan seadanya.
Ibu Kristin berangkat dengan penuh semangat mengais rejeki ke lokasi penambangan dengan berjalan kaki lira-kira 2 km dari rumahnya.
Sebenarnya pekerjaan yang dijalani ini mempunyai risiko tinggi seperti longsor, karena pasir berasal dari bongkahan besar yang terus dikeruk warga. Apalagi di saat musim hujan, bongkahan tanah ini rawan runtuh ke bawah.
Namun demi sang anak dan sesuap nasi, mereka menghilangkan keraguannya. Wanita ini baru akan mendapat uang jika satu mobil colt yang digunakan mengangkut pasir penuh.
Untuk pasir sebanyak 1 truk colt diesel itu, pembeli berani membayar harga Rp100 ribu. Uang itu harus dibagi kembali, Rp50 ribu rupiah untuk membayar sewa pemilik lokasi penambangan pasir. dan sisanya dibagi berdua yakni Rp25 ribu perorang (Ibu Kristin bekerja bersama temannya). Penghasilan uang sebesar Rp25 ribu.
tentunya pas-pasan untuk bisa hidup. Meski tinggal di desa, mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup dengan ala kadarnya.
Untuk Kalian yang punya orang tua lengkap, dan msih mampu jangan sampai menyia-nyiakan dan mengecewakan mereka, bersyukurlah. ^^
 
Copyright (c) 2010 me-medh and Powered by Blogger.